Aura
Nafasmu panas suci
Dalam peluh keringat siang hari
Urat ditanganmu mengeluh sendiri
Aura
Dahimu panas menguap
Tanganmu tak sempat usap
Otot-otot tubuh yang meregang menahan lelah dan penuh harap
Aura
Matamu menatap kedepan tajam
Seakan menanti awan dan hujan
Yang sore itu tak jua kunjung datang
Aura
Di awal malam baru kau lepaskan lelah
Sepiring penuh di tangan kanan
Dan segelas penuh menunggu di depan muka
Aura
Kau tersenyum penuh kepuasan
Di pintu rumahmu kau tujukan langkah-langkah
Dan otot-otot tubuhmu meregang penuh kemenangan
Aura
Saat pelukan buah hati mengendurkan nafas-nafas
Saat dadamu diremas tangan-tangan
Buah hatimu yang semata wayang kehausan
Aura
Sejenak kau rindukan diantara nafas dan senyuman anakmu
Sebuah usapan lembut
Dari lelaki yang dimanapun sekarang tiada kau tahu
Aura
Anganmu terus melayang diantara nafas dan keringat
Yang belum sempat kau usap
Dalam hangat angin malam musim panas
Aura
Anganmu masih berisikan wajah-wajah
Seorang lelaki gagah dan anak yang lincah
Ya! dia anak perempuan yang di dada
Aura
Anganmu kini bercampur dengan mimpi
Dan bantal-bantal kumal belum sempat tercuci
Pemukiman kota kecil paling pinggir
Anjing-anjing menggonggong
Tikus-tikus berpesta pora
Dan wajahmu melukiskan kedamaian mimpi
Tentang rumah-rumah berdinding kokoh
Tentang pakaian-pakaian pesta yang gemerlapan
Dan tentang otot-otot yang kuat
Sebelum kokok ayam yang pertama
Nyamuk-nyamuk takkan terasa gigitannya
Bunga Randu
Senin, 01 November 2010
Dimma
Dimma
Aku jatuh cinta
Kepada lekuk indah tubuhmu
Kepada binar-binar matamu
Dan juga tahi lalatmu
Dimma
Aku jatuh cinta
Di pagi yang sendiri
Di senja yang merona
Di malam yang ternoda
Dimma
Aku jatuh cinta
Aku telah bilang kepada bunga
Aku juga bilang kepada laba-laba
Dan aku pun bilang kepada tembok derita
Dimma
Aku jatuh cinta
Aku telah bilang kepadamu
Aku memohon terus kepadamu
Untuk segera membuka mulutmu
Aku jatuh cinta
Kepada lekuk indah tubuhmu
Kepada binar-binar matamu
Dan juga tahi lalatmu
Dimma
Aku jatuh cinta
Di pagi yang sendiri
Di senja yang merona
Di malam yang ternoda
Dimma
Aku jatuh cinta
Aku telah bilang kepada bunga
Aku juga bilang kepada laba-laba
Dan aku pun bilang kepada tembok derita
Dimma
Aku jatuh cinta
Aku telah bilang kepadamu
Aku memohon terus kepadamu
Untuk segera membuka mulutmu
Dimana Kau!
Bunga yang kau ambil dari taman
Kau simpan di bawah bantal
Agar wanginya memenuhi kamar
Yang terkunci rapat sepanjang malam
Untuk siapa bungamu
Mulutmu rapat tersenyum
Tapi seraut wajah dalam kalbu
Terlukis dalam gurat alis matamu
Walau takkan pernah bertemu
Hatimu tetap berusaha merindu
Lalu kau pun tertawa-tawa
Sambil memegang segelas anggur merona
Dan segelas lagi kau tuang bagiku
Di malam hari yang berdebu
Tepian sungai bernyanyi menderu-deru
Oleh siraman hujan pinggir pegunungan yang berbatu dan bisu
Kuminum anggur merah dalam gelas di tanganku
Sempat saja kau tumpahkan di bajuku hingga basah
Dalam hitungan gelas ketiga
Semalaman telah membuatku tertidur
Tak ingat kemana waktu menderu
Tak tahu kemana waktu yang berdebu itu berlalu
Kau pergi meninggalkan tubuhku yang merana
Kepala yang berkunang-kunang dan badan yang pegal-pegal
Pakaian berserakan di lantai dingin
Dan udara juga dingin
Dimana kau!
Kemana kau!
Hilang ditelan bumi!
Pintu membisu rapat terkunci
Dimana kau!
Kemana kau!
Hilang ditelan bumi!
Jendela berangin membuatku berpaling
Dan orang-orang di jalan masih berlalu lalang seperti biasa
Rupanya kau meninggalkanku bersama tembok dari batu yang perkasa
Walau termakan usia
Kau simpan di bawah bantal
Agar wanginya memenuhi kamar
Yang terkunci rapat sepanjang malam
Untuk siapa bungamu
Mulutmu rapat tersenyum
Tapi seraut wajah dalam kalbu
Terlukis dalam gurat alis matamu
Walau takkan pernah bertemu
Hatimu tetap berusaha merindu
Lalu kau pun tertawa-tawa
Sambil memegang segelas anggur merona
Dan segelas lagi kau tuang bagiku
Di malam hari yang berdebu
Tepian sungai bernyanyi menderu-deru
Oleh siraman hujan pinggir pegunungan yang berbatu dan bisu
Kuminum anggur merah dalam gelas di tanganku
Sempat saja kau tumpahkan di bajuku hingga basah
Dalam hitungan gelas ketiga
Semalaman telah membuatku tertidur
Tak ingat kemana waktu menderu
Tak tahu kemana waktu yang berdebu itu berlalu
Kau pergi meninggalkan tubuhku yang merana
Kepala yang berkunang-kunang dan badan yang pegal-pegal
Pakaian berserakan di lantai dingin
Dan udara juga dingin
Dimana kau!
Kemana kau!
Hilang ditelan bumi!
Pintu membisu rapat terkunci
Dimana kau!
Kemana kau!
Hilang ditelan bumi!
Jendela berangin membuatku berpaling
Dan orang-orang di jalan masih berlalu lalang seperti biasa
Rupanya kau meninggalkanku bersama tembok dari batu yang perkasa
Walau termakan usia
Langganan:
Postingan (Atom)